Konsep
Retardasi Mental Menurut (Kaplan Sadock
and Grebb, 2010)
a.
Definisi
retardasi mental
The
American Association of Mental deficiency (AAMD)
dan Dianostic and Statistical Manual of
Mental Disorder edisi keempat (DSM - IV) mendefinisikan retardasi mental
sebagai fungsi intelektual keseluruhan yang secara bermakna di bawah rata –
rata yang menyebabkan atau berhubungan dengan gangguan pada perilaku adaptif
dan bermanifestasi selama periode perkembangan yaitu, sebelum usia 18
tahun. Fungsi intelektual keseluruhan
ditentukan dengan menggunakan tes kecerdasan yang dibakukan, dan istilah
“secara bermakna di bawah rata – rata” didefinisikan sebagai nilai kecerdasan
IQ kira – kira 70 atau lebih rendah atau dua simpangan baku di bawah rata –
rata untuk tes tertentu. untuk tes tertentu.
1. Klasifikasi retardasi mental
Retardasi
mental ringan (DSM – IV )
IQ
50 – 70 dinilai “mampu didik”. Mereka
biasanya dikenali saat masuk sekolah (dan diberikan tes) dan membutuhkan
pendidikan khusus. Merupakan 85% dari jumlah penderita retardasi mental (tetapi
ini adalah kelompok yang menurun dan jelas saat dewasa). Kebanyakan dapat
membantu diri sendiri, dengan bantuan, walaupun mereka mempunyai pertimbangan,
sensitivitas sosial, dan tilikan yang terbatas.
2. Retardasi
mental sedang (DSM-IV)
IQ
35 – 50 merupakan 10% dari seluruh jumlah penderita retardasi mental. Biasanya
sudah dikenali saat tahun – tahun prasekolah. Meraka dinilia (Mampu dilatih)
dapat mempelajari ketrampilan kerja yang sederhana, dapat membaca setingkat
kelas 2 sekolah dasar dan berbicara sederhana, dan dapat secara sebagian membantu diri sendiri di
dalam lingkungan panti. Mereka cenderung terlihat kikuk dan tidak terkoordinasi.
3. Retardasi
mental berat (DSM-VI)
20
– 35 3% - 4% dari seluruh jumlah penderita retardasi mental. Mereka termasuk
penderita retardasi yang dependen :
mampu berbicara yang paling sederhana, tetapi membutuhkan suatu institusi atau
pengasuhan suportif yang intens. Sering ditemukan malinformasi dan cacat fisik
yang berat.
4. Retardasi
mental sangat berat (DSM-IV)
IQ
di bawah 20 merupakan 1% dari seluruh jumlah penderita retardasi mental. Mereka
bergantung secara total kepada orang lain dan biasanya mempunyai kerusakan
neurologi yang bermakna, tidak dapat berjalan atau berbicara.
b.
Etiologi
retardasi mental
Penyebab yang khas (biasanya biologik)
diidentifikasikan pada kurang dari 50 %, sebagian besar terdapat pada pasien
dengan retardasi mental sedang-sangat berat. Penyebab lain termasuk faktor –
faktor lingkungan (misal, problem pranatal dan perinatal, penyakit pada masa
bayi, penelantaran psikososial, malnutrisi),
dengan suatu keterlibatan poligeni yang belum jelas pada beberapa kasus.
Retardasi sedang – sangat berat tersebar secara merata dan sama pada semua
lapisan sosial, sedangkan retardasi mental ringan (biasanya dari etiologi
sosiokultural) dianggap suatu gangguan yang bersifat familial (genetik atau
lingkungan) resiko terdapatnya retardasi mental pada seorang anak dengan
orangtua dan saudara kandung yang adalah kurang dari 2%, sedangkan jika kedua
orangtua dan saudara kandungnya menderita retardasi mental resikonya menjadi
sebesar 40%-70%
1. Penyebab
Biologis meliputi :
a) Kelainan
kromosomal – banyak jenis termasuk sindrom
down trisomi 21 merupakan kelainan yang terbanyak yang lazim terdapat pada
ibu – ibu dengan usia yang lebih tua 10%-16% dari jumlah penderita retardasi
mental sebagian besar menderita penyakit
Alzheimer pada usia sekitar 30-an atau 40-an)
b) Pewarisan
faktor genetik yang dominan – Neurofibromatosis (penyakit Von Recklinghausen),
khorea Huntington (dengan awitan masa kanak), sindrom Sturge – weber, tuberous
sclerosis.
c) Gangguan
metabolik – Fenilketonuria (PKU) (deteksi dini sangat penting), penyakit
Hartup, intoleransi fruktosa, galaktosemia, penyakit wilson, sejenis gangguan
lipid, hipotiroidisme, hipoglikemia.
d) Gangguan
pranatal – Rubela materna (terutama pada trimester pertama), sifilis,
toksoplasmosis, atau herpes simpleks, penyalahgunaan alkohol pada ibu (sindrom
fetal alkohol) dan penggunaan beberapa obat (misal, talidomid), toksemia pada
kehamilan, eritoblastosis fetalis, malnutrisi pada ibu.
e) Trauma
kelahiran – proses kelahiran yang sulit dengan trauma fisik atau anoksia,
prematuritas.
f) Trauma
otak – tumor, infeksi (terutama ensefalitis, menigitis, neonatal), kecelakaan,
toksin (misal, plumbun, merkuri) hidrosefalus, bermacam – macam jenis kelainan
kranial.
2. Penyebab
sosial menyebabkan sebagian besar
retardasi mental ringan dan meliputi tingkat pendidikan yang di bawah
standard, deprivasi lingkungan, penelantaran dan kekerasan pada masa kanak, dan
aktivitas yang terhambat. Singkirkan gangguan pekembangan pervasif, demensia,
dan skizofrenia residual.
d.
Diagnosis
retardasi mental
Diagnosis sendiri tidak menyebutkan
penyebab atau prognosisnya. Suatu riwayat penyakit dan wawancara psikiatrik
adalah berguna untuk mendapatkan gambaran longitudinal perkembangan dan fungsi
dunia anak, dan pemeriksaan stigma fisik, kelainan neurologis, dan tes
laburatorium dapat digunakan untuk memastikan penyebab dan prognosis.
1. Riwayat
penyakit
Riwayat
penyakit paling sering didapatkan dari orang tua atau pengasuh, dengan
perhatian khusus pada ibu kehamilan ibu, persalinan, dan kelhitan dan adanya
riwayat keluarga retardasi mental.
2. Wawancara
Psikiatrik.
Dua
faktor memiliki kepentingan yang sangat tinggi jika mewawancarai pasien sikap
pewawancara dan cara berkomunikasi dengan pasien. Pewancara tidak boleh diatur
oleh usia mental pasien, seakan – akan tidak dapat sepeuhnya mengkarakterisasi
orang. Kemampuan verbal pasien termasuk data reseftif dan ekspresif, harus di
nilai sesegera mungkin dengan
mengobservasi komunikasi verbal dan nonverbal antara pengasuh dan pasien dan
dari riwayat penyakit.
3. Pemeriksaan
fisik
Berbagai
bagian tubuh mungkin memiliki karakteristik tertentu yang sering ditemukan pada
orang retardasi mental memiliki penyebab prenatal. Tanda – tanda fasial
tersebut adalah hipetelorisme, tulang hidung yang datar, alis mata yang
menonjol, lipatan epikantus, opasitas kornea, perubahan retina, telinga yang
letaknya lebih rendah atau bentuknya aneh, lidah yang menonjol, dan gangguan
gigi geligi. Ekspresi wajah, seperti penampilan dungu, mungkin menyesatkan dan
tidak boleh diandalkan tanpa bukti – bukti yang mendukung lainya.
4. Pemeriksaan
neurologis
Gangguan
sensorik sering terjadi pada orang retardasi mental, sebagai contoh, sampai 10
persen orang retardasi mental mengalami gangguan pendengaran pada suatu tingkat
yang empat kali lebih tinggi dibandingkan popilasi normal. Jika ditemukan
abnormalitas neurologis, insidensi dan keparahanya biasanya meningkat dalam
proporsi dengan derajat retardasi mental.
5. Pemeriksaan
pendengaran dan pembicaraan
Pemeriksaan
pendengaran dan pembicaraan harus dilakukan secara rutin.perkembangan bicara
mungkin merupakan kriteria yang paling dapat di percaya dalam memeriksa
retardasi mental. Berbagai gangguan pendengaran sering kali ditemukan pada
orang retardasi mental.
6. Pemeriksaan
Psikologis
Tes
psikologi, dilakukan oleh ahli psikologi yang berpengalaman, adalah bagian
retardasi mental. Untuk anak – anak
Stanford Binet dan Wechsler Intelligence Scale for Children Revised. Adalah tes
yang paling sering digunakan di Indonesia.
7. Gambaran
klinis
a) Retardasi
Mental Ringan
Retardasi
mental ringan mungkin tidak terdiagnosis sampai anak yang terkena memasuki
sekolah, karena keterampilan sosial dan komunikasinya mungkin adekuat dalam
tahun – tahun prasekolah. Walaupun demikian orang teretardai mental ringan
mampu dalam fungsi akademik pada tingkat pendidikan dasar dan keterampilan
kejuruanya memadai untuk membantu dirinya sendiri.
b) Retardasi
Mental Sedang
Retardasi
mental sedang kemungkinan didiagnosis pada usia yang lebih muda dibandingkan
retardasi mental ringan karena keterampilan komuniksi berkembang lebih lambat
pada orang retardasi mental sedang, dan isolasi sosial dirinya mungkin dimulai
pada tahun – tahun usia sekolah dasar.
c) Retardasi
Mental Berat
Retardasi
mental berat biasanya jelas pada tahun – tahun prasekolah, karena biacara pada
anak retardasi mental berat terbatas dan perkembangan motoriknya buruk.
d) Retardasi
mental sangat berat.
Anak
– anak dengan retardasi mental sangat berat memerlukan pengawasan yang terus –
menerus dan sangat terbatas dalam keterampilan komunikasi motorikna.
e. Terapi retardasi mental
Terapi
yang terbaik untuk retardasi mental adalah pencegahan primer, sekunder dan
tersier
1. Pencegahan
primer
Pencegahan primer merupakan tindakan
yang dilakukan untuk menghilangkan atau merupakan kondisi yang menyebabkan
perkembangan gangguan yang disertai
dengan retardasi mental. Tindakan tersebut termasuk :
a) Pendidikan
untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat umum tentang retardasi
mental.
b) Usaha
terus menerus dari profesional bidang kesehatan untuk menjaga dan memperbaruhi
kebijaksanaan kesadaran masyarakat.
c) Aturan
untuk memberikan pelayanan kesehatan maternal dan anak yang optimal.
d) Eradikasi
gangguan yang diketahui disertai dengan kerusakan sistem saraf pusat.
2. Pencegahan
sekunder dan tersier
Pencegahan
sekunder dan tersier meliputi :
a) Pendidikan
untuk anak
Lingkungan pendidikan untuk anak - anak retardasi mental harus termasuk
program yang lengkap yang menjawab latihan keterampilan adaptif, latihan
keterampilan sosial, dan latihan kejuruan.
b) Terapi
perilaku , kognitif, dan psikodinamika.
Terapi perilaku telah digunakan selama bertahun –
tahun untuk membentuk dan meningkatkan perilaku sosial, untuk mengendalikan
serat menekan perilaku agresif dan destruktif pasien. Terapi kognitif seperti
menghilangkan keyakinan palsu dan latihan relaksasi dengan instruksi dari diri
sendiri, juga telah dianjurkan untuk pasien retardasi mental yang mampu
mengikut instruksi. Terapi psikodinamika telah digunakan pada pasien retardasi
mental dan keluarganya untuk menurunkan
konflik tentang harapan yang menyebabkan kecemasan, kekerasan, dan depresi yang
menetap.
c) Pendidikan
Keluarga
Pendidikan keluarga dengan pasien retardase mental tentang
cara meningkatkan kompetensi dan harga
diri sambil mempertahankan harapan yang realistik untuk pasien. Keluarga sering
kali merasa kemandirian dan memberikan lingkungan yang mangasuh dan suportif
bagi anak retardasi mental, yang kemungkinan mengalami suatu tingkat
d) Intervensi
farmakologis
Beberapa penelitian telah memusatkan perhatian pada
pemakaian medikasi untuk sindrom perilaku berikut ini yang sering terjadi
diantara retardasi mental :
1) Agresi
dan perilaku melukai diri sendiri.
Beberapa
bukti penelitian terkendali dan tidak terkendali telah menyatakan bahwa lithium
(Eskalith) berguna dalam menurunkan
agresi dan perilaku melukai diri sendiri. Antagonis narkotik seperti naltrexone
(Trexan) menurunkan perilaku melukai
diri sendiri pada retardsi mental degan diagnostik untuk gangguan autistik
infantil. Carbama zepine (Tegretol)
dan valproic acid (depakene) adalah
medikasi yang juga bermanfaat pada beberapa kasus perilaku melukai diri
sendiri.
2) Gerakan
motorik streotipik
Madikasi
antipsikotik, seperti haloperidol (haldol)
dan chlorpromazine (Thorazine),
menurunkan perilaku mulasi diri yang berulang pada pasien retardasi mental.
3) Perilaku
kemarahan eksplosif
Penghambat
– β, seperti propranolol dan buspirone (BuSpar),
telah dilaporkan menyababkan penurunan kemarahan eksplosif di antara pasien
dengan retardasi mental dan gangguan autistik.
4) Gangguan
defisit – atensi/hiperaktifitas
Penelitian
terapi methylphenidate pada pasien teretardasi mental dengan gangguan defisit –
atensi/hiperaktifitas telah menunjukan perbaikan.